Istanbul, Kota Seribu Masjid di Eropa

Istanbul, Kota Seribu Masjid di Eropa - Jika Kairo mendapat julukan negeri seribu menara, mungkinkah Istanbul berhak menyandang gelar yang sama? Karena hampir sama dengan di Kairo, di seluruh daratan kota Istanbul dihiasi masjid-masjid berasitektur indah. Bentuknya juga nyaris mirip satu sama lain, memiliki kubah besar dan beberapa kubah kecil dan tentu yang menjadi ciri khasnya adalah bentuk menaranya yang lancip. Mengingatkan saya pada Masjid Muhammad Ali Pasha, Citadel Kairo. Kontur tanah yang berbukit-bukit, semakin menonjolkan bangunan masjid yang dalam bahasa Turki disebut camii.

Dari sekian banyak masjid-masjid itu, saya hanya sempat mampir di 2 (dua)  buah masjid di Istanbul dan sebuah masjid di Edirne untuk melihat keindahan interiornya tapi beberapa lainnya hanya bisa menikmati keindahannya dari luar karena keterbatasan waktu. Suasana religius lebih terasa ketika masuk waktu sholat, suara adzan masjid satu dengan yang lain akan saling bersahut-sahutan. Saya bahkan hampir tak percaya bahwa saya sedang berada di daratan Eropa.

Berikut ini beberapa masjid indah yang sempat saya kunjungi dan saya abadikan dalam jepretan kamera saya.

Masjid Sultan Ahmed (The Blue Mosque) - Istanbul

5 hari saya berada di Istanbul, rasanya tidak pernah saya tidak melewati Masjid Sultan Ahmed ini, dan hampir tak pernah pula saya tidak menjepretkan kamera saya pada masjid indah yang dijuluki The Blu Mosque tersebut. Pagi, siang, sore bahkan malam hari foto masjid biru terekam dalam memory card kamera saya. Kami memang menginap di belakang masjid ini, hanya sekitar 200-an meter saja, jadi pergi kemanapun kami pasti melewati 2 bangunan megah di kota tua Sultanahmet, Blue Mosque dan Ayasofya.


Masjid Sultan Ahmed dibangun pada tahun 1609-1617 pada masa pemerintahan Sultan Ahmet I yang merupakan cucu Sultan Mehmed II. Arsitektur masjid ini merupakan puncak dari karya arsitektur pada masa kesultanan Turki Usmani, mengadopsi beberapa elemen dari Hagia Sophia yang merupakan bangunan peninggalan Byzantium dan memadukannya dengan arsitektur tradisional Islam. Memiliki 8 kubah kecil dan 1 kubah utama serta 6 menara. Arsiteknya adalah Mehmet Agha murid dari arsitek Mimar Sinan.

Julukan Blue Mosque untuk Masjid Sultan Ahmed disebabkan karena interior ruangannya yang kebiruan. Menggunakan 21.043 keping keramik bernuansa biru dan hijau yang ditangkan dari Iznik, sebuah kota kecil penghasil keramik terbaik di Bursa untuk dekorasi ruangan dalam masjid. Hampir seluruh ruangan yang luasnya 51 m x 53 m dihiasi dengan keramik termasuk pilar dan langit-langit yang tingginya 5 meter. Ada kurang lebih 260 jendela kaca patri dari Venesia yang juga melengkapi keindahan interior masjid Biru. Rasanya tak pernah bosan berada dalam masjid ini.

Yang unik, saat menjelang maghrib di atas kubah masjid berterbangan burung-burung berwarna putih dan akan semakin banyak saat malam hari. Mungkin sinar lampu menarik perhatian para burung itu. Para pemburu foto juga akan semakin banyak pada malam hari karena lighting akan semakin menonjolkan bentuk arsitektur bangunan masjid biru. Mereka mengambil posisinya masing-masing untuk mendapatkan angle paling menawan.

Masjid Beyazid, Istanbul

Letaknya hanya 50 meter dari grand bazaar, dan stasiun tram Beyazid. Berhadapan langsung dengan Istanbul University. Arsitekturnya tidak seperti Blue Mosque yang terkesan rumit, disain luarnya terlihat sangat simple. Usianya 100 tahun lebih tua dari Masjid Sultan Ahmed, dibangun pada masa Sultan Beyazid II tahun 1501-1506 dan merupakan masjid kedua terbesar kekaisaran setelah penaklukan Konstantinopel.


Kubahnya pernah direnovasi pada tahun 1573-1574, rusak karena gempa bumi tahun 1509. Interiornya tak kalah indah dengan Masjid Sultan Ahmed, walaupun tak semewah masjid Biru itu. Langit-langit yang tinggi membuat ruangan di dalam masjid terasa sangat sejuk tanpa pendingin ruangan ataupun kipas angin.

Pintu keluar dari tempat sholat perempuan berbatasan langsung dengan Sahaflar Carsisi (Bursa Buku). Dan di halaman depan masjid terdapat pasar barang bekas yang cukup ramai saat sore hari. Suasana di sekitar masjid relatif ramai karena dekat dengan pusat aktifitas masyarakat dan lumayan banyak juga jama'ahnya. Kami sempat sholat dzuhur di masjid ini.

Masjid Sulaymaniye, Istanbul

Sebenarnya jarak masjid Sulaymaniye dengan masjid Beyazid bisa ditempuh dengan 10-15 menit jalan kaki. Tapi waktu itu sudah terlalu sore saya ke sana dan selanjutnya tidak sempat lagi mengunjunginya. Saya hanya bisa menikmati kemegahan masjid itu dari jauh, karena memang letakknya sangat menonjol jika di lihat dari Topkapi palace dan Galata Bridge.


Masjid berkubah besar ini dibangun pada tahun 1550 dan selesai pada tahun 1558 pada masa pemerintahan Sultan Sulayman, arsiteknya adalah Sinan Pasha. Arsitekturnya merupakan perpaduan dari arsitektur Romawi dan Islam. Bentuk kubahnya merupakan adopsi dari Dome of The Rock di Palestina. Pada tahun 1660, masjid Suleymaniye ini pernah terbakar, lalu direstorasi kembali pada masa Sultan Mehmed IV.

Yeni Camii (New Mosque), Istanbul

Letaknya berada di area pelabuhan ferry Eminonu yang menghubungkan Istanbul Eropa dengan Istanbul Asia dan dekat dengan Galata Bridge. Beberapa kali kami melewati masjid ini tanpa sempat masuk ke dalamnya. Saat malam, masjid ini akan bertambah indah karena lampu-lampu menonjolkan bentuk arsitekturnya. Seperti umumnya masjid di Istanbul, Yeni Camii ini memiliki beberapa kubah kecil dan 1 kubah besar serta 2 buah menara.


Masjid ini mulai dibangun pada tahun 1597, pembangunannya memakan waktu lebih dari setengah abad. Dibangun atas perintah istri Sultan Murad III, Safiye Sultan. Arsiteknya adalah Davut Aga, salah seorang murid arsitek terkenal Turki Mimar Sinan. Namun Davut Aga meninggal dunia sebelum sempat menyelesaikan masjid ini, ini juga yang menjadi salah satu alasan lamanya pembangunan masjid selain masalah-masalah politik masa itu. Akhirnya masjid bisa diselesaikan pada tahun 1663 dan diresmikan tahun 1665.


Masjid Dolmabache

Jika kita naik tram jalur biru tua, lalu turun di stasiun terakhir Kabatas kita akan langsung melihat bangunan masjid yang berada di areal istana Dolmabache ini. Dibangun bersamaan dengan pembangunan Dolmabache Palace (Istana kesultanan Turki baru) antara tahun 1843 sampai 1856. Dibangun pada masa pemerintahan Sultan Abdulmecid I.


Arsitektur masjid ini sangat berbeda dengan masjid-masjid era Turki Usmani lainnya di Istanbul. Ukuran bangunannya relatif kecil, dan berbentuk geometris. dan gaya arsitekturnya sangat menonjolkan arsitektur Eropa, memiliki 2 menara dan 1 kubah. Arsiteknya adalah Karabet Balyan.

Satu masjid yang tidak kesampaian saya kunjungi dan membuat saya penasaran adalah masjid Karakoy, letaknya persis disebelah jembatan yang menghubungkan Istanbul Eropa dan Asia. Sebenarnya saya sudah berjalan ke arah yang benar, turun di stasiun T1 Kabatas, lalu berjalan menyusuri tepi selat Bosphorus.

Namun karena waktu itu malam sudah semakin larut dan saya tidak juga melihat menara masjid, saya pikir saya salah arah dan akhirnya memutuskan untuk kembali ke arah Sultanahmet. Padahal dari stasiun Kabatas itu saya sudah berjalan kaki lebih dari 30 menit, lumayan pegel juga tapi rasa penasaran tidak terbayar. Hmmm... nyesel juga tidak bisa mengambil gambarnya. Tapi mungkin lain kali saya akan kembali....

*sumber sejarah : Istanbul the Cradle of Civilization & wikipedia (Wisata Turki)

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »